Alat Peraga Edukasi Dari Mijen Demak

Demak – Anak-anak di sekolah tidak lepas dari alat pendukung edukasi yang diberikan mainan edukasi. Mainan anak ini mempunyai peran yang penting sebagai alat peraga edukasi (APE) yang digunakan para pendidik agar pembelajaran lebih mengena pada penambahan wawasan dan motorik anak.

Itulah yang menginisiasi Iwan (42) yang memiliki tempat usaha di Desa Bermi RT01/RW01 Mijen Demak. Awalnya secara kebetulan ada teman yang membutuhkan APE untuk akreditasi sekolahnya. Membantu kawannya, Iwan sekedar mencarikan barang ke temannya. Tetapi setelah melihat prospeknya bagus, Iwan mencoba membuat dan memproduksi sendiri.

“Karena jenis APE itu puluhan biasanya saya saling bertukar produk untuk memenuhi permintaan,” kata Iwan. “Jika saya tidak punya produknya saya akan menghubungi teman saya di  Jepara atau  Semarang, demikian pula sebaliknya,” tambahnya.

Iwan Kurniawan telah memulai usahanya sejak tahun 2007, diberi label Choky Toys. Usaha yang sudah dirintis panjang itu omzetnya seperti naik turun. Ketika ditanya omzet tertinggi yang pernah dicapai dalam sebulan, dia menjawab pernah sampai Rp80.000.000 per bulan.

“Biasanya pada saat pesanan yang berasal dari dana bantuan operasional sekolah atau bos dan sejenisnya  turun dari pemerintah omzetnya bisa melesat pada angka puluhan juta rupiah,” katanya saat dihubungi pada Minggu (06/10).

“Sayang dari berbagai APE yang dipesan, jarang yang memesan mainan tradisional. Mainan anak-anak tradisional sekarang tak banyak diminati. Saya terkadang tetap membuat meski tidak ada pesanan,” jelasnya.

“Seperti kenong, gending dan juga gamelan. Ini bagian untuk mengenalkan kepada anak-anak. Pernah satu waktu ada dari sekolah taman kanak-kanak yang memesan kepala barongan. Tapi karena harganya tidak cocok peluang itu tidak jadi diambil. Yang belakangan diminati malah ada mobil-mobilan atau truk dari kayu yang lazim disebut truk oleng. Mainan ini cukup laris dipesan.”

Ketika ditanya kesulitan yang dihadapi Iwan menjawabnya dengan cepat masalah tenaga kerja. Masyarakat di sekitar tempat tinggalnya lebih memilih bekerja di sawah dari pada bekerja di tempatnya. Mereka membandingkan upah yang diterima. Di sawah hanya bekerja separo hari bisa mendapatkan upah Rp100.000. Sedangkan di usaha miliknya mereka biasa diupah Rp80.000 sehari.

Selama ini Iwan banyak dibantu dari pelatihan yang di adakan oleh Dinas Tenaga Kerja Dan Perindustrian (Dinnakerind) Kabupaten Demak. Ia pernah mengikuti pelatihan finishing mebel yang dapat diaplikasikan di dalam bekerja.

Selain bantuan pelatihan dia juga berharap ada bantuan mesin penghalus dan cita citanya adalah memiliki toko. Pemesanan yang dilakukannya saat ini melaui media komunikasi whatsapp dan media sosial facebook kerena simple dan langsung mendapat hasilnya, dibandingkan melalui penjualan via Tokopedia