Kemenperin Latih 200 Industri TPT tentang Sistem Manajemen Mutu

Kemenperin Latih 200 Industri TPT tentang Sistem Manajemen Mutu. Kementerian Perindustrian semakin memacu daya saing dan produktivitas pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) agar bisa tetap menjalankan usahanya di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19. Sebab, saat ini pelaku industri dituntut untuk lebih inovatif supaya mampu kompetitif di pasar.

“Oleh karena itu, salah satu unit kerja di bawah binaan kami, yakni Balai Besar Tekstil menyelenggarakan Kelas Online Santai (Kelosan) untuk industri TPT melalui platform Zoom Meeting,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin, Doddy Rahadi ketika membuka kelas online tersebut secara virtual, Selasa (6/10).

Kegiatan itu diikuti sebanyak 200 peserta yang terdiri dari pelaku industri TPT skala besar, industri kecil dan menengah (IKM), serta wirausaha baru (WUB). Selain itu, terdapat civitas akademisi, perwakilan Balai dan Baristand di lingkungan Kemenperin serta perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Adapun dua tema yang menjadi bahasan, yaitu Pengenalan Sistem Manajemen Mutu SNI ISO 9001:2015 untuk upgrading IKM berdaya saing dan topik tentang Pemahaman Parameter Uji terkait Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup (K3L).

“Dalam situasi pandemi saat ini, seyogyanya kita menciptakan inovasi-inovasi metode pembelajaran, sehingga industri tidak kehilangan kesempatan untuk meningkatkan wawasan serta kompetensi sumber daya manusia (SDM),” papar Doddy.

Kemenperin memiliki unit litbang Balai Besar Tekstil di Bandung yang selama ini berperan strategis dalam menyiapkan pelaku industri TPT yang berdaya saing. Upaya tersebut dijalankan sesuai dengan kapasitas unit litbang tersebut dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan jasa teknis untuk industri, khususnya berupa bimbingan teknis, pelatihan, konsultansi serta pengujian terhadap mutu produk TPT.

Kepala BPPI menyampaikan, industri TPT merupakan salah satu sektor yang strategis bagi perekonomian nasional. Peran vitalnya itu antara lain sebagai sektor padat karya, memenuhi kebutuhan sandang dalam negeri, serta penghasil devisa ekspor nonmigas dengan nilai yang cukup signifikan.

“Di tengah pandemi Covid-19, industri TPT kita masih memperlihatkan pertumbuhan yang ditunjang oleh permintaan domestik dan kinerja ekspor yang tinggi,” ungkapnya. Kemenperin mencatat, kinerja ekspor industri TPT sepanjang 2019 mencapai USD12,89 miliar, dan pada periode Januari-Juli 2020 telah menembus hingga USD6,15 miliar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada kuartal II tahun 2020, industri TPT memberikan kontribusi terhadap PDB sektor industri pengolahan nonmigas sebesar 6,93 persen. “Sementara untuk kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, industri TPT menempati urutan keempat menjadi kontributor terbesar yang mencapai 1,24 persen,” imbuhnya.

Menurut Doddy, guna memperkuat peran strategis industri TPT tersebut, perlu dukungan dari seluruh pemangku kepentingan terkait sehingga bisa semakin memperkuat daya saingnya terutama di kancah global. “Upaya peningkatan daya saing industri TPT nasional dipacu pemerintah melalui kemudahan ketersediaan bahan baku dan pasokan energi, serta penyusunan aturan perlindungan (safeguard),” tutur Doddy.

Selain itu, faktor lain yang dapat meningkatkan daya saing produk industri TPT adalah penerapan standar mutu dan kualitas produk. “Mutu produk yang merujuk pada baku mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) akan lebih mudah diterima di pasar karena jaminan konsistensi kualitasnya,” tandasnya.

Tidak hanya pelaku usaha skala besar saja, sudah saatnya pula pelaku IKM dan WUB dapat memahami pentingnya penerapan Sistem Manajemen Mutu sehingga mampu menjamin kualitas proses produksi dan kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui penerapan standarisasi prosedur, di antaranya Sistem Manajemen Mutu SNI ISO 9001: 2015.

“Sistem Manajemen Mutu pada prinsipnya memastikan penerapan sistem proses manajemen yang efektif, efisien dan ekonomis pada semua proses produksi dan distribusi serta selalu berusaha memenuhi semua keinginan pelanggan melalui perbaikan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan,” jelas Doddy. Perbaikan berkelanjutan dalam mutu produk pada gilirannya akan menjadi kunci sukses bagi IKM dan WUB agar dapat bersaing dalam era pasar bebas ke depan.

Tantangan baru lainnya yang akan dihadapi oleh industri TPT di tanah air adalah mulai dilakukannya pengawasan terhadap barang beredar yang terkait dengan Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3L) sebagai tindak lanjut pemberlakuan Permendag No. 18 Tahun 2019. Peraturan ini bertujuan untuk menjamin seluruh barang yang beredar di pasaran memenuhi standar mutu produk yang ditetapkan, khususnya terkait baku mutu kandungan zat kimia berbahaya seperti kadar senyawa azo, logam berat terekstraksi, dan formaldehida.

“Hingga tahun 2019, dari total 4.984 SNI di bidang industri, sebanyak 113 SNI telah ditetapkan sebagai SNI Wajib dengan tujuan melindungi konsumen dalam aspek kesehatan, keamanan, dan lingkungan, serta mengamankan industri dalam negeri dari serangan produk impor yang tidak berkualitas,” sebut Doddy.

Dalam proses registrasi K3L telah diatur metode pengujian 17 kategori tekstil dan produk tekstil, di mana semua parameter ujinya mengacu pada SNI, yaitu logam berat terekstraksi, formaldehida, senyawa azo, total senyawa phthalates, bahan kimia anti api, dan bahan kimia anti air.

“Tentunya hal ini dilakukan agar daya saing produk nasional dapat meningkat dari sisi produsen, sekaligus sebagai perlindungan dan pemenuhan kebutuhan dari sudut pandang konsumen, yakni terkait dengan unsur keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup,” pungkasnya.

Sumber : KEMENPERIN.GO.ID

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*